Wednesday, January 7, 2015

Tanyalah Ustaz Siri 201 (Nazar Kambing, Jual Barang Dengan Keuntungan Tinggi Dan Jenis Transaksi Di Larang, Alam Barzakh Orang Mati Boleh Mendengar Ucapan Orang Hidup, Jauhi Kepercayaan Kurafat Bulan Muharram dan Hukum meminati seseorang)

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh                                                                              

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيم  


Segala puji bagi Allah, Rabb sekelian alam. Selawat serta salam buat junjungan mulia Nabi Muhammad SAW keluarga serta para sahabat dan pengikut yang istiqamah menuruti baginda hingga ke hari kiamat. 


Sahabat yang dirahmati Allah,    

Tanyalah Ustaz Siri 201 adalah menjelaskan persoalan nazar kambing, jual barang dengan keuntungan tinggi dan jenis transaksi di larang, alam barzakh orang mati boleh mendengar ucapan orang hidup, jauhi kepercayaan kurafat bulan Muharram dan hukum meminati

961 Soalan : Saya nak tanya satu soalan mengenai nazar..contoh jika bernazar untuk tumbangkan kambing..adakah daging kambing itu tidak boleh di makan oleh orang yang bernazar serta keluarganya?Minta pencerahan daripada ustaz..tima kasih.

Jawapan :


Apa yang wajib dan dituntut untuk dilakukan apabila seseorang bernazar ialah menunaikan nazarnya mengikut apa yang telah diucapkan sebagaimana hadis Ibnu Umar r.a :
“Penuhilah nazarmu” (HR Imam Bukhari : 2032 dan Imam Muslim : 4268)

Begitu juga dengan firman Allah SWT dalam surah al-Hajj ayat : 29
“dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka…….”

Adakah sah nazarnya? Kalau dilihat lafaznya secara zahir, sembelih kambing adalah sesuatu yang harus. Maksudnya harus bagi seseorang untuk menyembelih (tumbangkan) seekor kambing atau tidak menyembelihnya. Sesuatu yang harus tidah sah untuk dinazarkan-. Tetapi jika lafaz itu disertakan dengan niat untuk bersedekah, maka sah nazarnya. Begitu juga ia dikira sah jika dilihat dari sudut adat. Maksudnya, mengikut budaya masyarakat Melayu apabila dilafazkan "nak tumbangkan kambing" ia biasanya menyiratkan maksud bersedekah . Berkaitan dengan nazar yang dibuat secara umum di mana seseorang itu bernazar untuk tidak memberikannya secara khusus kepada orang faqir miskin – sama ada secara lisan atau dengan niat – ia dibolehkan dimakan menurut mazhab Maliki dan sebahagian ulama Syafi’i. (Mawsu’ah al-Fiqhiyyah).


962. Soalan :  Bolehkah kite jual barang terpakai dengan harga yang lebih tinggi dari harga asal?

Jawapan :



Dalam akad jual beli yang penting ada barang yang di jual, di persetujui harga oleh pembeli dan penjual perlu berterus terang barang yang di jual itu barang baru atau barang terpakai (tidak berlaku penipuan). Jika kedua-dua pihak bersetuju dan tak ada keraguan dan gharar maka di haruskan jual beli tersebut. Jual beli tersebut dengan harga yang di tawarkan sah.

Hadis larangan Rasulullah tentang menjual beli dengan lemparan batu dan gharar

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, "Rasulullah telah mencegah (kita) dari (melakukan) jual beli (dengan cara lemparan batu kecil) dan jual beli barang secara gharar." (Shahih: Muktashar Muslim no: 939, Irwa’ul Ghalil no: 1294, Muslim III: 1153 no: 1513, Tirmidzi II: 349. no: 1248, ‘Aunul Ma’bud IX: 230 no: 3360, Ibnu Majah II: 739 no: 2194 dan Nasa’i VII: 262).

Imam Nawawi dalam Syarhu Muslimnya 10: 156 menjelaskan "Adapun larangan jual beli secara gharar, merupakan prinsip yang agung dari sekian banyak prinsip yang terkandung dalam Bab Jual Beli, oleh kerana itu, Imam Muslim menempatkan hadis gharar ini di bagian pertama dalam Kitabul Buyu’ yang dapat dimasukkan ke dalamnya berbagai permasalahan yang amat banyak tanpa batas, seperti, jual beli hamba yang kabur, jual beli barang yang tidak ada, jual beli barang yang tidak diketahui, jual beli barang yang tidak dapat diserahterimakan, jual beli barang yang belum menjadi hak milik penuh si penjual, jual beli ikan di dalam kolam yang lebar, jual beli air susu yang masih berada di dalam tetek hewan, jual beli janin yang ada di dalam perut induknya, menjual sebagian dari seonggok makanan dalam keadaan tidak jelas (tanpa ditakar dan tanpa ditimbang), menjual satu pakaian di antara sekian banyak pakaian, menjual seekor kambing di antara sekian banyak kambing, dan yang semisal dengan itu semuanya. Dan, semua jual beli ini bathil, kerana sifatnya gharar tanpa ada keperluan yang mendesak."

Selanjutnya, beliau (Nawawi) berkata : "Kalau ada hajat yang mengharuskan melakukan gharar, dan tertutup kemungkinan untuk menghindarinya, kecuali dengan amat sulit sekali, lagi pula gharar tersebut bersifat sepele, maka boleh jual beli yang dimaksud. Oleh sebab itu, kaum muslim sepakat atas bolehnya jual beli jas yang di dalamnya terdapat kapas yang sulit dipisahkan, dan kalau kapasnya dijual secara terpisah justru tidak boleh."

"Ketahuilah bahwa jual beli barang secara mulamasah, secara munabadzah, jual beli barang secara habalul habalah, jual beli barang dengan cara melemparkan batu kecil, dan larangan itu semua yang terkategori jual beli yang ditegaskan oleh nash-nash tertentu maka semua itu masuk ke dalam larangan jual beli barang secara gharar.

Akan tetapi jual beli secara gharar ini disebutkan secara sendirian dan ada larangan secara khusus, kerana praktik jual beli gharar ini termasuk praktik jual beli jahiliyah yang amat terkenal. Wallahu a’lam."

Transaksi-transaksi terlarang dalam Islam.

Islam pada prinsipnya boleh melakukan kegiatan jual-beli (buyu’) dalam bentuk apapun selama didasarkan pada sikap saling redha dari kedua belah pihak (penjual dan pembeli), serta selama tidak dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya (baca: Jual-beli (buyu’)dalam perspektif Islam). Hanya saja ada beberapa hal yang terlarang dalam jual-beli, yaitu:

1. Jual-beli secara gharar (yang tidak jelas sifatnya)

Yakni segala bentuk transaksi yang di dalamnya terkandung jahalah (unsur ketidakpastian atau spekulatif), atau di dalamnya terdapat unsur judi atau taruhan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

Dari Abu Hurairah رضي ال عنه, ia berkata, “Rasulullah telah mencegah (kita) dari (melakukan) jual beli (dengan cara lemparan batu kecil) dan jual beli barang secara gharar.” [HR. Muslim III: 1153 No: 1513, Tirmidzi II: 349. No: 1248, Ibnu Majah II: 739 No: 2194 dan Nasa’i VII: 262]

2. Jual-beli secara mulamasah dan munabadzah.

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الملامسة والمنابذة في البيع

Dari Abu Sa’ad al-Khudri رضي ال عنه, ia berkata, “Rasulullah telah melarang kita dari (melakukan) dua bentuk jual beli dan dua hal yang mengandung ketidakjelasan: yaitu jual beli secara mulamasah dan munabadzah.” [HR Bukhari, Muslim III/1152 No. 1512]

Rasulullah صلي الله عليه وسلم telah melarang kita melakukan transaksi secara mulamasah dan munabadzah. Mulamasah yaitu seseorang meraba pakaian orang lain dengan tangannya, pada waktu malam atau siang hari, tetapi tanpa membalik-baliknya. Adapun munabadzah yakni seseorang melemparkan pakaiannya kepada orang lain dan orang lain itu pun melemparkan pakaian kepada pelempar pertama yang berarti masing-masing telah membeli dari yang lainnya tanpa diteliti dan tanpa saling merelakan.

3. Jual-beli barang secara habalul habalah.

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال : كان أهل الجاهلية يتبايعون لحوم الجزور إلى حبل الحبلة . قال وحبل الحبلة أن تنتج الناقة ما في بطنها ثم تحمل التي نتجت فنهاهم النبي صلى الله عليه و سلم عن ذلك

Dari Ibnu Umar رضي ال عنه, ia berkata, “Adalah kaum jahiliyah biasa melakukan jual beli daging unta sampai dengan lahirnya kandungan, kemudian unta yang dilahirkan itu bunting. Dan, habalul habalah yaitu unta yang dikandung itu lahir, kemudian unta yang dilahirkan itu bunting, kemudian Nabi melarang yang demikian itu.” [Fathul Bari IV: 356 No: 2143 dan Muslim III: 1153 No: 1514]

4. Jual Beli Dengan Lemparan Batu Kecil

عن أبي هريرة رضي الله عنه: نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن بيع الحصاة

Dari Abu Hurairah رضي ال عنه, ia berkata, “Rasulullah صلي الله عليه وسلم melarang jual beli dengan lemparan batu kecil dan jual beli secara gharar.” [Shahih Ibnu Majah No: 1817 dan Ibnu Majah II: 752 No: 2235]

Dalam kitab Syarhu muslim X:156, Imam Nawawi رحمه اللة menjelaskan, bahwa jual beli secara lemparan batu-batu kecil itu, ada tiga penafsiran:
Pertama, seorang penjual berkata pada si pembeli, ‘Saya menjual dari sebagian pakaian ini, yang terkena lemparan batu saya,’ atau ia berkata kepada si pembeli, ‘Saya menjual kepadamu tanah ini, yaitu dari sini sampai dengan batas tempat jatuhnya batu yang dilemparkan.’
Kedua, seorang berkata kepada si pembeli, ‘Saya jual kepadamu barang ini, dengan catatan engkau mempunyai hak khiyar (pilih) sampai aku melemparkan batu kecil ini.’

Ketiga, pihak penjual dan pembeli menjadikan sesuatu yang dilempar dengan batu sebagai barang dagangan, yaitu pembeli berkata kepada penjual, ‘Apabila saya lempar pakaian ini dengan batu, maka ia saya beli darimu dengan harga sekian.’

5. Upah Persetubuhan Pejantan Dari

عن ابن عباس أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ بَيْعِ الْمَلاقِيحِ ، وَالْمَضَامِينِ ….

Dari Ibnu ‘Abbas رضي ال عنه , ia berkata, “Nabi صلي الله عليه وسلم melarang jual beli Al-Madhamin, Al-Malaqih ….” [HR. Thabrani ]
Madhamin ialah menjual sperma hewan, di mana si Penjual membawa hewan pejantan kepada hewan betina untuk dikawinkan. Anak hewan dari hasil perkawinan itu menjadi milik pembeli. Adapun malaqih, Menjual janin hewan yang masih dalam kandungan. (bersambung ke bagian 2)

Rujukkan bacaan:

Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi Al-Khalafi (terj. Ma’ruf Abdul Jalil), Pustaka As-Sunnah, Jakarta.


Artikel ini petikkan daripada buku :
Transaksi-transaksi terlarang dalam Islam (2)


963. Soalan : "Apakah orang-orang yang di alam kubur mampu mendengar ucapan salam orang yang berziarah kepada mereka padahal dalam al Quran (Surah Ar Rum ayat  52) firman Allah SWT maksudnya, “Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar….”

Jawapan :


Dari penjelasan di dalam kitab Tafsir Ahkam, Imam Al Qurtubi menghuraikan bahwa ayat “Fainnaka laa tusmi’ul mautaa…” (maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar….” ianya berkaitan dengan peristiwa pertanyaan sahabat Umar bin Khattab saat Rasulullah SAW memanggil tiga orang pemimpin kafir Quraiys dalam perang Badar yang telah meninggal bebarapa hari.


Saat itu Rasulullah SAW ditanya oleh Umar bin Khattab ra:

يا رسول الله تناديهم بعد ثلاث وهل يسمعون ؟ يقول الله إنك لا تسمع الموتى فقال : والذي نفسي بيده ما أنتم بأسمع منهم ولكنهم لا يطيقون أن يجيبوا

Ya Rasulullah, apakah engkau memanggil-manggil mereka yang telah meninggal tiga hari boleh mendengarkan panggilanmu. Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam al quran: Innaka laa tusmi’ul mauta?

Lalu dijawab oleh Rasulullah SAW : “Demi Zat yang jiwaku ada dalam kekuasaan-Nya, tidaklah engkau sanggup mendengar mereka, mereka lebih mendengar daripada kamu hanya saja mereka tidak mampu menjawab.” (HR. Muslim dari Imam Anas ra)

Menurut hadis sahih (Bukhari dan Muslim) Dari sanad yang berbeza-beza, Rasulullah SAW pernah berbicara kepada orang-orang kafir yang gugur dalam perang badar saat mereka dibuang di sumur Quleb kemudian Rasulullah SAW  berdiri dan memanggil nama-nama mereka (ya fulan bin fulan 2x) “Apakah engkau telah mendapatkan janji dari Tuhanmu dengan benar, sedangkan saya telah mendapatkan janji yang benar pula dari Tuhanku.”


964. Soalan : Ada pendapat mengatakan sekiranya awal Muharram jatuh pd hari Sabtu pada tahun tersebut, sepanjang tahun itu berbagai musibah, malapetaka akan berlaku sebagaimana yg sedang kita hadapi sekarang. Mohon pencerahan dari ustaz dan didahului dgn ucapan terima kasih.

Jawapan : 

 
Tidak benar apa yang di dakwaan oleh penceramah tersebut bahawa jika awal Muharam jika jatuh hari Sabtu akan berlaku banyak musibah. Musibah atau tidak itu adalah urusan Allah SWT , perkara ghaib yang tidak boleh di jangkakan oleh manusia. Hari bulan atau hari bukan menentukan bala atau musibah, kepercayaan seperti ini boleh menjejaskan akidah Rasulullah S.A.W. menyatakan melalui sabdanya yang bermaksud: "Tidak ada penularan penyakit (tanpa izin Allah), tidak ada penentuan nasib dengan burung, tiada kemudaratan burung hantu, dan tiada bala bencana bulan Safar". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Sabda Nabi S.A.W. bermaksud: “Barangsiapa datang kepada tukang tenung (bomoh), kemudian dia membenarkan perkataannya, maka sembahyangnya tidak diterima oleh Allah selama 40 hari.”(Hadis Riwayat Muslim).

Tambahan daripada itu, Rasulullah S.A.W. juga mengingatkan bahawa orang yang mempercayai keburukan itu datangnya daripada sesuatu selain daripada Allah adalah syirik, sebagaimana sabda Rasulullah S.A.W. yang bermaksud: "Menyandarkan keburukan kepada sesuatu adalah syirik, dan tidak termasuk dalam golongan kami melainkan orang yang beriman sahaja, dan Allah akan menghilangkan syirik itu dengan tawakkal".(Hadis Riwayat Ibnu Majah).

Kepercayaan dan amalan khurafat hanya boleh dibanteras jika seseorang itu berpegang teguh kepada ajaran Islam dengan menjadikan al-Quran dan sunah sebagai rujukan dalam segala tindakan.

Disebabkan sejak turun temurun masyarakat melayu percaya bulan Safar dikaitkan dengan bala bencana dan musibah,hingga menerbitkan beberapa amalan khurafaat dan tahyul dengan harapan dapat menangkis dan menolak musibah tersebut.Amalan-amalan khurafat bulan safar seperti mandi safar, membuat ancak, melarang mengadakan kenduri kahwin dan percaya adanya burung hantu sebagai tanda kematian masih berurat nadi dalam kehidupan masakini.

Amalan, fahaman dan kepercayaan seperti ini bukan sahaja bercanggah dengan syariat Islam tetapi juga boleh menyebabkan rosaknya akidah.Nahas dan bala bencana bukan hanya berlaku dalam bulan Safar . Kepercayaan seperti ini perlu ditolak kerana Allah Taala telah memberi amaran kesan dalam surah At Taubah ayat 51 yang bermaksud:
"Katakanlah (Wahai Muhammad) tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung yang menyelamatkan kami dan (dengan kepercayaan itu) maka kepada Allah jualah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal”


965. Soalan :Salah ker klau kita meminati artis...tapi kami tak terlalu taksub...kami hanye sekadr minat dn sekadar untuk wat hiburan?
Mohon penjelasan ye ya ustaz...terima kasih...

Jawapan :


Di dalam hadis ada menjelaskan seseorang akan di kumpulkan bersama-sama orang yang di minati ketika di dunia, jika dia minta artis maka dia akan di kumpulkan bersama artis tersebut, jika dia minat ulama maka dia akan di kumpulkan bersama ulama. Jika artis yg di minati tak tutup aurat, tak solat atau bergaul bebas maka adalak kita nak bersama mereka?

Akan Dikumpulkan Bersama Orang yang Dicintai.

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bila terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”Baginda shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, '“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak solat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”Baginda shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

    أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari no. 6171 dan Muslim no. 2639)

Dalam riwayat lain, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”Anas pun mengatakan, “Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap boleh bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak boleh beramal seperti amalan mereka.” (HR. Bukhari no. 3688)
Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

    الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ وَأَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“Seseorang akan bersama dengan orang yang ia cintai. Dan engkau akan bersama orang yang engkau cintai.” (HR. Tirmidzi no. 2385. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Ibnu Hajar berkata, “Maksud ‘sesungguhnya engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai’ adalah engkau akan didekatkan dengan mereka, begitu pula hal ini termasuk dalam golongan yang ia cintai. Bagaimana jika kedudukan di syurga di antara mereka bertingkat-tingkat derajat? Apakah masih tetap dikatakan bersama? Jawabnya, tetap masih disebut bersama. Selama masih ada kesamaan, seperti sama-sama masuk syurga, maka itu pun disebut bersama. Jadi tidak mesti bersama dalam segala sisi. Jika semuanya tadi masuk syurga, itu sudah disebut bersama walau berbeda-beda derajat.” (Fathul Bari, 10: 555)

No comments:

Post a Comment